Rujak Cingur: Keunikan Rasa Surabaya yang Menggugah Selera

Min.co.id ~ Surabaya ~  Di balik hiruk-pikuk kota metropolitan, ada satu hidangan legendaris yang telah menjadi simbol kuliner Surabaya: Rujak Cingur.

Hidangan ini bukan sekadar makanan, melainkan sebuah warisan budaya yang sarat dengan cerita dan tradisi. Rujak cingur tidak hanya memanjakan lidah, tetapi juga mengajak siapa pun untuk menjelajah sejarah kuliner yang telah ada sejak tahun 1930-an.

Sejarah Rujak Cingur: Dari Madura ke Surabaya

Rujak cingur pertama kali muncul di Surabaya pada era 1930-an, dibawa oleh pedagang dari Pulau Madura yang mencari peluang hidup di kota besar.

Awalnya menggunakan petis ikan cakalang khas Madura, namun demi menyesuaikan selera warga Surabaya yang mayoritas bersuku Jawa, petis udang mulai dipilih sebagai bumbu utama.

Nama “cingur” sendiri berasal dari bahasa Jawa yang berarti ‘mulut’, yang merujuk pada potongan moncong sapi yang direbus dan disajikan dalam hidangan ini.

Rasa yang Menggugah: Campuran Buah, Sayuran, dan Petis

Rujak cingur terdiri dari berbagai bahan segar seperti timun, bengkuang, mangga muda, kedondong, dan aneka sayuran seperti taoge, kangkung, serta potongan lontong, tahu, tempe, dan cingur yang menjadi bahan utama.

Semua bahan ini kemudian dicampur dengan saus petis yang memiliki rasa gurih, manis, pedas, dan sedikit asam, menciptakan perpaduan rasa yang luar biasa. Kerupuk udang yang renyah sering kali menjadi pelengkap hidangan ini, menambah kelezatan dalam setiap suapan.

Varian Biasa dan Matengan: Pilihan Sesuai Selera

Rujak cingur dapat disajikan dalam dua cara: biasa dan matengan. Rujak cingur biasa terdiri dari bahan mentah seperti buah-buahan segar, sedangkan matengan hanya menggunakan bahan-bahan yang sudah dimasak, seperti lontong, tahu goreng, tempe, dan sayuran yang direbus atau dikukus.

Meskipun bahan utamanya berbeda, keduanya tetap menggunakan bumbu petis yang sama dan disajikan dengan cara yang menggugah selera.

Penyajian Tradisional dengan Pincuk dan Dhidhih

Dalam penyajiannya yang tradisional, rujak cingur sering kali disajikan dengan menggunakan daun pisang sebagai alas, memberi sentuhan khas yang semakin memperkaya rasa dan suasana.

Beberapa pedagang juga menawarkan tambahan dhidhih, yakni darah ayam yang dibekukan dan digoreng. Meskipun semakin jarang, dhidhih menjadi salah satu elemen yang memperkaya sejarah kuliner rujak cingur.

Identitas Kuliner Surabaya

Rujak cingur bukan sekadar makanan, tetapi juga bagian dari identitas Surabaya dan masyarakat Jawa Timur. Ketika orang menyebut “rujak”, mereka pasti merujuk pada hidangan dengan petis dan cingur ini. Bahkan di luar Surabaya, rujak cingur sering kali disebut dengan nama “rujak petis” untuk membedakannya dengan rujak buah yang lebih umum ditemukan di tempat lain.

Rujak Cingur: Makanan Khas yang Wajib Dicicipi

Bagi siapa pun yang mengunjungi Surabaya, rujak cingur adalah makanan yang wajib dicicipi. Dengan rasa yang unik, sejarah yang kaya, dan budaya yang terkandung dalam setiap suapannya, rujak cingur menjadi simbol kuliner yang tidak hanya lezat, tetapi juga penuh makna.

Kini, rujak cingur tetap hidup dan berkembang, terus menjadi hidangan yang dicintai masyarakat Surabaya dan pengunjung dari berbagai penjuru dunia.

Tidak hanya menggugah selera, rujak cingur adalah cermin dari kekayaan kuliner Indonesia yang beragam, mencerminkan bagaimana tradisi dan inovasi dapat bersatu dalam satu piring yang penuh cita rasa.(*)

Editor : Achmad 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *