Min.co.id ~ Jakarta ~ Sengketa hasil Pilkada 2024 kembali menjadi sorotan nasional. Dalam perdebatan yang hangat, Guru Besar Hukum Tata Negara dan Otonomi Daerah UIN Syekh Nurjati Cirebon, Prof. Dr. H. Sugianto, SH, MH, mengajukan pemikiran yang berani hakim Mahkamah Konstitusi (MK) tak selayaknya terkekang oleh Pasal 158 UU No. 10 Tahun 2016 tentang ambang batas gugatan. Menurutnya, keadilan demokrasi lebih besar daripada sekadar angka.
“Pasal 158 itu penting, tapi jika pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) ditemukan, norma itu harus dikesampingkan demi menjaga keadilan. Hakim memiliki keyakinan hukum untuk itu,” ungkapnya dalam diskusi di Cirebon.
Menurut Prof. Sugianto, Pilkada 2024 telah menyisakan sejumlah cerita kelam. Banyak laporan dugaan pelanggaran yang tidak mendapat tindak lanjut memadai dari pihak terkait, seperti Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Padahal, UU No. 7 Tahun 2017 menegaskan Bawaslu tak hanya berperan sebagai penerima laporan, tetapi juga harus aktif dalam menemukan dan menindak pelanggaran.
“Bawaslu harus berani bertindak tanpa menunggu laporan. Temuan pelanggaran, terutama yang TSM, tidak boleh diabaikan karena bisa mencederai demokrasi,” tegasnya.
Putusan MK pada 14 November 2024 yang menegaskan netralitas pejabat negara, ASN, TNI-POLRI, serta Kepala Desa/Lurah dalam Pilkada dianggap sebagai angin segar bagi demokrasi. Namun, implementasinya masih menjadi tantangan besar.
“Netralitas bukan hanya slogan. Jika ditemukan pelanggaran, sanksi pidana hingga enam bulan dan ganti rugi harus dijatuhkan sesuai Pasal 71 UU No. 10 Tahun 2016,” kata Prof. Sugianto.
Menariknya, Prof. Sugianto melihat hakim MK sebagai aktor sentral dalam menjaga keadilan demokrasi. Keyakinan hakim atas fakta dan indikasi pelanggaran yang terjadi selama Pilkada serentak 2024 dinilai lebih penting daripada sekadar berpegang pada aturan normatif.
“Ketika pelanggaran TSM dapat dibuktikan, hakim MK harus bertindak. Ini bukan hanya soal sengketa hasil, tapi juga soal menjaga martabat demokrasi kita,” tegasnya.
Pilkada serentak 2024 bukan hanya tentang memilih pemimpin daerah. Ini adalah ujian bagi semua pihak—penyelenggara, pengawas, peserta, dan terutama lembaga hukum untuk membuktikan bahwa demokrasi Indonesia tidak hanya kuat di permukaan, tetapi juga adil hingga ke akarnya.
Dengan keyakinan Hakim sebagai landasan, hakim MK diharapkan mampu memberikan keputusan yang tidak hanya sesuai aturan, tetapi juga memenuhi rasa keadilan masyarakat. Apakah mereka berhasil melewati ujian besar ini? Waktu yang akan menjawab.(*)
Editor : Achmad