Ronggeng: Seni Tari Tradisional yang Sarat Sejarah dan Budaya

Min.co.id ~ Jakarta ~ Ronggeng adalah salah satu seni tari tradisional yang melekat kuat pada budaya masyarakat Jawa. Tarian ini menampilkan penari utama wanita yang anggun, mengenakan selendang di leher sebagai atribut khas.

Tarian Ronggeng diiringi musik tradisional seperti rebab atau biola dan gong, menciptakan suasana yang meriah dan magis.

Dalam pertunjukannya, pasangan penari saling bertukar ayat-ayat puitis, menambah dimensi artistik pada tarian ini.

Asal Usul dan Sejarah Ronggeng

Tarian Ronggeng telah ada sejak zaman Mataram Kuno pada abad ke-8 Masehi. Bukti keberadaannya dapat ditemukan dalam relief Karmawibhangga di Candi Borobudur, yang menggambarkan rombongan hiburan dengan musisi dan penari wanita.

Pada masa itu, Ronggeng menjadi hiburan yang berkeliling dari desa ke desa, membawa musik dan tarian sebagai medium hiburan sekaligus ekspresi budaya.

Dalam tradisi Jawa, rombongan tari Ronggeng terdiri dari satu atau beberapa penari wanita profesional, didampingi musisi yang memainkan alat musik tradisional. Istilah “Ronggeng” sendiri merujuk pada penari wanita yang menjadi pusat perhatian dalam setiap pertunjukan.

Citra dan Kontroversi Ronggeng

Di masa lampau, pertunjukan Ronggeng sering dikaitkan dengan kesan erotis, terutama karena gerakan tari yang dianggap sensual dan interaksi intim antara penari perempuan dengan penonton pria.

Para penari perempuan biasanya mengundang pria untuk menari bersama dengan imbalan uang tip. Hal ini membuat Ronggeng sering dipandang sebagai seni yang berada di batas antara hiburan tradisional dan aktivitas yang kontroversial secara moral.

Namun, pandangan tersebut tidak mengurangi nilai seni Ronggeng sebagai warisan budaya. Tarian ini tetap dianggap sebagai simbol kebebasan ekspresi dan kreativitas seni masyarakat Jawa, yang melibatkan paduan musik, tarian, dan sastra dalam satu pertunjukan.

Ronggeng dalam Media dan Era Modern

Ronggeng juga sering diabadikan dalam berbagai media, seperti sastra, film, dan teater. Karya sastra terkenal, seperti novel “Ronggeng Dukuh Paruk” karya Ahmad Tohari, menggambarkan dinamika sosial dan kehidupan penari Ronggeng di masyarakat. Film adaptasi dari novel ini semakin mengangkat popularitas dan penghargaan terhadap seni Ronggeng.

Di era modern, Ronggeng tidak hanya menjadi simbol seni tradisional, tetapi juga medium untuk melestarikan budaya Indonesia di mata dunia. Upaya pelestarian dilakukan dengan mengadakan festival seni, workshop, dan pertunjukan Ronggeng di berbagai acara budaya.(*)

Sumber  : Wikipedia                                                                                        Editor : Achmad

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *