Min.co.id ~ Jakarta ~ Pneumonia, yang sering disebut sebagai silent killer, menjadi salah satu ancaman terbesar bagi kesehatan anak-anak, khususnya balita. Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono, dalam peringatan Puncak Hari Pneumonia Sedunia pada Senin (18/11/2024), mengingatkan pentingnya kewaspadaan masyarakat terhadap penyakit ini.
“Kematian akibat pneumonia terjadi setiap 43 detik, artinya sekitar 700 ribu anak meninggal setiap tahun akibat penyakit yang sebenarnya dapat dicegah,” ujar Dante.
Pneumonia adalah peradangan paru-paru akibat infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau jamur. Pada balita, gejala utamanya meliputi batuk, kesulitan bernapas, hingga tanda pneumonia berat seperti tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam saat bernapas.
Selain infeksi, faktor lingkungan seperti paparan asap rokok turut meningkatkan risiko pneumonia pada anak-anak.
“Anak-anak yang tinggal di lingkungan orang tua perokok lebih rentan terkena pneumonia dibandingkan anak-anak dari keluarga tanpa perokok,” tegas Dante.
Plt Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Yudhi Pramono, menambahkan bahwa pneumonia menjadi penyebab kematian balita terbesar di Indonesia. Data WHO pada 2021 mencatat pneumonia menyumbang 14 persen kematian balita di dunia, atau setara dengan 740.000 kematian anak di bawah usia lima tahun.
Sebagai langkah strategis, pemerintah Indonesia berkomitmen menurunkan angka kematian akibat pneumonia dan mengurangi insiden penyakit ini pada balita hingga 70 persen secara nasional.
Menurut Dante, upaya tersebut dilakukan melalui:
- Vaksinasi: Pemberian imunisasi untuk melindungi anak-anak dari penyakit infeksi saluran pernapasan.
- Peningkatan Gizi: Penyediaan nutrisi yang baik, termasuk ASI eksklusif, guna memperkuat sistem imun anak.
- Peningkatan Kesehatan Lingkungan: Edukasi masyarakat untuk menjaga lingkungan bebas asap rokok dan polusi udara.
Hari Pneumonia Sedunia yang diperingati setiap 12 November dijadikan momentum untuk mempertegas komitmen pemerintah dalam melindungi anak-anak Indonesia.
“Melalui transformasi layanan kesehatan primer, kami memastikan bahwa setiap anak mendapatkan perlindungan optimal dari pneumonia, mulai dari langkah pencegahan hingga penanganan dini,” tutup Dante.
Pneumonia juga menjadi penyakit dengan biaya pengobatan tertinggi di Indonesia. Data BPJS Kesehatan 2023 menunjukkan biaya pengobatan pneumonia mencapai Rp8,7 triliun, melampaui tuberculosis (TB), penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), asma, dan kanker paru.
Komitmen pemerintah mendukung Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya pada tujuan memastikan kehidupan sehat dan kesejahteraan bagi semua usia, diharapkan mampu menekan angka kematian akibat pneumonia dan meningkatkan kualitas kesehatan anak-anak Indonesia.(*ip)
Editor : Achmad