Budi Daya Lele Mutiara yang Miliki Prospek Bisnis Meyakinkan

 Sleman, – Budi daya Lele Mutiara sebagai salah satu varietas baru yang dikembangkan memiliki prospek bisnis yang menjanjikan.  Lele Mutiara sendiri berasal dari akronim kata mutu tinggi tiada tara, yang dibentuk dari persilangan strain ikan lele Mesir, Paiton, Sangkuriang dan Dumbo, yang diseleksi selama 3 generasi pada karakter pertumbuhan.

Hal inilah yang coba dikembangkan oleh kelompok ikan Mino Mulyo, yang barada di Plumbon Kidul, Mororejo, Kapanewon Tempel, Sleman. Bekerja sama dengan Panti Asuhan Baitul Qowwam Tempel, Mino Mulyo melakukan pengembangan entrepreneurship dengan pembelajaran berbagai bentuk bidang usaha, yang salah satunya adalah pemijahan Lele Mutiara.

Program ini adalah sebagai sarana pembelajaran bagi santri sekaligus sebagai usaha yang dapat dikembangkan di dalam manajemen panti asuhan.

Menurut Muhtarom pengasuh Panti Baitul Qowwam ketika ditemui, mengungkapkan bahwa program ini adalah salah satu rintisan usaha dari pihaknya dalam memanfaatkan sumber daya yang ada.

“Yaitu kegiatan pembenihan lele dengan indukan jenis mutiara yang berserifikat, dengan harapan selain mengenalkan pada anak-anak dunia perikanan atau usaha, tentunya kami juga berharap benih dari kami berkualitas baik, sehingga dalam tahap pembesaran nanti meminimalisir kerugian,” ujarnya.

Lele Mutiara sendiri memiliki berbaga macam keunggulan jika dibandingkan dengan lele lainnya. Beberapa di antaranya adalah laju pertumbuhan yang mencapai 10-40% lebih tinggi daripada benih lainnya. Selain itu, pemeliharaan Lele Mutiara cenderung lebih singkat yaitu lama pembesaran benih tebar berukuran 5-7 cm atau 7-9 cm dengan padat tebar 100 ekor/m2 berkisar 40-50 hari, sedangkan pada padat tebar 200-300 ekor/m2 berkisar 60-80 hari.

Keseragaman ukuran yang dihasilkan juga relatif tinggi, di mana tahap produksi benih diperoleh 80-90% benih siap jual dan pemanenan pertama pada tahap pembesaran tanpa sortir diperoleh ikan lele ukuran konsumsi sebanyak 70-80%. Rasio konversi pakan (FCR = Feed Conversion Ratio) relatif rendah yaitu di angka 0,6-0,8 pada pendederan dan 0,8-1,0 pada pembesaran. Daya tahan terhadap penyakit relatif tinggi dengan sintasan (SR = Survival Rate) pendederan benih berkisar 60-70% pada infeksi bakteri Aeromonas hydrophila (tanpa antibiotik).

Toleransi lingkungan relatif tinggi yaitu pada suhu 15-35 oC, pH 5-10, amoniak <3 mg/L, nitrit < 0,3 mg/L, salinitas 0-10 %. Selain itu, produktivitas relatif tinggi, di mana pada tahap pembesaran mencapai 20-70% lebih tinggi daripada benih-benih strain lain.

sumber:infopublik

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *