Guru dan Kepala Sekolah Akui Program Merdeka Belajar Berdampak pada Pembelajaran

Min.co.id-Jakarta-Dalam sesi bincang pendidikan bersama para guru dan kepala sekolah penggerak pada Puncak Peringatan Hari Guru Nasional Tahun 2021, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim mengaku terkesan dengan respons para guru mengenai Merdeka Belajar.

Sebagian besar guru yang ditemui Nadiem mengaku bahwa program-program yang diikutinya telah membuka paradigma baru sebagai seorang pendidik dan berdampak pada pembelajaran yang dikelolanya.

Mendikbudristek saat di Puncak Peringatan Hari Guru Nasional Tahun 2021 di JI Expo, Kemayoran, Jakarta, Kamis (25/11) mengatakan, setiap bertemu para guru, saat ia minta mereka bercerita tentang dampak program ini, mereka mulai menangis.

“Mereka mengatakan: ‘Selama ini, saya salah mengerti mengenai fungsi dan peran saya sebagai guru’. Kesadaran itu membuat mereka emosional. Dari situ saya sadar, Guru Penggerak adalah “virus positif” yang akan menyebar luas,” kata Mendikbudristek, seperti dikutip dalam rilis Kemendikbudristek di Jakarta, Jumat (26/11/2021).

Khoiry Nuria Widyaningrum, yang akrab disapa Nuri, salah satu peserta pendidikan Guru Penggerak bersemangat mengajak sejawatnya.

“Bapak Ibu, semuanya harus jadi Guru Penggerak,” ajaknya.

Nuri, yang tengah menjalani bulan keempat program pendidikan Guru Penggerak, mengaku pola pikirnya telah berubah drastis sejak mengikuti program Sembilan bulan ini.

“Saya dulu sangat berorientasi akademik. Bagaimana caranya nilai Ujian Nasional sekolah saya (meraih) nilai tinggi, rajin melatih anak-anak ikut olimpiade sains,” ucapnya.

Dalam kesempatan itu, guru Nuri berbagi pengalaman meninggalkan jabatannya yang sudah mapan sebagai Kepala Sekolah di sekolah swasta, kemudian, menjadi guru ASN di sekolah negeri.

Ia tergerak karena melihat kenyataan kesenjangan kualitas pendidikan antara sekolahnya dulu dengan sekolah negeri di sekitar tempat tinggalnya.

“Saya memutuskan, saya harus bergerak di sekolah-sekolah negeri yang luar biasa medannya, bersama teman-teman guru untuk membawa perubahan. Ini demi anak-anak Indonesia yang butuh uluran tangan kita. Mereka semua manusia. Bukan obyek belajar tapi subyek belajar,” tutur guru Nuri.

Menceritakan pengalamannya dilatih menjadi Guru Penggerak, Nuri menguraikan, “Kami dilatih sembilan bulan dengan alur yang sangat merdeka. Mulai dari diri sendiri, kami diberi materi konsep, belajar mandiri. Materinya sangat mengacak-acak pikiran saya. Dan yang dilakukan, beda dengan rutinitas zona nyaman saya,” terangnya.

Dilanjutkan Nuri, sebagai calon Guru Penggerak, ia ditantang dengan berbagai tugas-tugas sembari dibantu oleh para instruktur dan fasilitator di kelas-kelas elaborasi dan kolaborasi.

“Ada sesi refleksi juga, dan karenanya saya jadi sangat reflektif saat ini,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Sembawa, Banyuasin, Sumatera Selatan, Ria Wilastri, mengungkapkan betapa pengalaman Sekolah Penggerak telah memberikan keseruan bagi diri dan sekolahnya.

“Alhamdulillah, sekolah saya berhasil lolos. Dari Sumsel, yang lolos Sekolah Penggerak ada yang dari Banyuasin, Ogan Komering Ulu Timur, dan Ogan Komering Ilir. Jadi tersebar dari seluruh daerah. Bukan hanya di kota saja, tetapi juga di wilayah lain,” ungkap Ria, yang menyanggah persepsi keliru bahwa Sekolah Penggerak hanya program “sekolah favorit”.

Diakui Ria, kebijakan Sekolah Penggerak membuat dirinya antusias akan arah pendidikan Indonesia.

Ia berbagi cerita mengenai kurikulum prototip yang mulai diterapkan di sekolahnya sebagai salah satu dari 2.500 Sekolah Penggerak tahap pertama.

“Alhamdulilah, melalui program pendampingan, kami mulai memahami ternyata Sekolah Penggerak itu pembelajaran yang berpihak pada peserta didik. Pembelajaran yang berkualitas, pembelajaran yang nyaman dan menyenangkan itu terbukti,” ungkap Kepsek Ria.

Diceritakan Ria, sekolahnya menggelar pembelajaran berbasis proyek yang diberi waktu waktu seminggu sekali tiap Selasa.

“Anak-anak bisa memilih di antara dua proyek dengan tema besar teknologi dan lingkungan berkelanjutan. Anak-anak bisa memilih untuk berkolaborasi dengan guru-guru mata pelajaran lain,” terangnya.

Ria mengakui, walau awalnya bingung, dirinya mampu memimpin sekolah menjalani Program Sekolah Penggerak. Guru-guru mulai sering berdiskusi dalam penyiapan pembelajaran berbasis projek dan berkolaborasi.

“Kami punya kelompok kecil terdiri dari para guru. Tiap sebelum memulai proyek, kami mendiskusikan semuanya. Kami selalu berkolaborasi dengan guru-guru. Karena kolaborasi antarguru mata pelajaran adalah salah satu elemen utama di Kurikulum Operasional Satuan Pendidikan yang sedang diuji cobakan di Sekolah Penggerak,” ungkapnya mantap.

Mendikbudristek mengatakan bahwa salah satu yang membuatnya antusias dengan program Sekolah Penggerak adalah fleksibilitas yang ditawarkan pada penerapan kurikulum prototip. Sehingga, guru dapat mengajar dan membimbing siswa sesuai dengan level capaian belajarnya. Dengan demikian, tidak ada siswa yang tertinggal dan semakin tertinggal dalam pembelajaran.

“Jadi, guru itu mau mundur sedikit supaya anak-anaknya tidak ketinggalan, itu boleh. Kalau ada kelas-kelas yang mau lebih cepat lagi, itu boleh,” jelasnya.

“Kalau semua anak di semua provinsi dipatok sama, itu tidak masuk akal. Jadi, guru-guru harus menyesuaikan kemampuan para murid,” tambah Nadiem.

Kesejahteraan Guru Jadi Prioritas

Sukardi Malik, salah satu guru honorer yang baru saja lulus seleksi Aparatur Sipil Negara Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (ASN PPPK) dan mendapatkan formasi mengajak rekan-rekan sejawatnya yang masih belum lulus seleksi untuk tidak berputus asa.

“Bagi teman-teman yang masih belum lulus di tahap pertama, ayo tingkatkan kemampuannya. Pokoknya jangan berputus asa, masih ada kesempatan banyak. Karena satu juta (formasi) guru diprogramkan untuk mengangkat kesejahteraan bagi teman-teman (guru) honorer,” pesan guru Sukardi yang berasal dari Kabupaten Lombok Tengah ini.

Menyambung ajakan Sukardi, Menteri Nadiem menekankan, “Bagi teman-teman guru honorer, masih bisa ambil tiga kali tesnya. Sudah ada afirmasi untuk usia 50 tahun, afirmasi passing grade. Jadi, kalau ingin lulus seleksi ini, mari didukung dengan belajar.”

Di akhir diskusi, Guru Nuri berpesan kepada sejawatnya agar selalu mementingkan siswa.

“Siswa itu nomor satu, kebahagiaan anak-anak kita harus jadi prioritas utama. Lakukan sekarang juga dan mulai saat ini juga,” ujarnya.

“Perubahan tidak bisa kita lakukan sendiri, tapi kita harus sama-sama. Mari kita tergerak, bergerak, dan menggerakkan. Dengan cara berubah, berbagi, berkolaborasi,” pungkas Nuri yang disambut tepuk tangan meriah audiens.

Menutup sesi diskusi, Mendikbudristek menyampaikan kembali bahwa program-program transformasi pendidikan melalui Merdeka Belajar bertujuan memerdekakan para guru dan siswa. Bagi guru honorer, temanya adalah kesejahteraan, kemudian kepemimpinan menjadi tema bagi para Guru Penggerak agar mampu memimpin perubahan pendidikan. Sementara itu, tema bagi Sekolah Penggerak adalah eksperimen untuk menemukan kurikulum yang lebih ‘merdeka’.

“Sehingga, saat sudah menemukan jagoan seperti Pak Sukardi dan Bu Nuri, kurikulumnya jangan sampai membelenggu mereka. Mereka harus dimerdekakan untuk bisa mengikuti filsafat Ki Hajar Dewantara, yaitu Merdeka Belajar dan berpihak kepada murid,” terang Nadiem.

sumber:infopublik.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *