Mapag Sri Jangan Sampai Jadi Kegiatan Prematur yang Terkesan Dipaksakan

Min.co.id, Majalengka – Mapag Sri jangan dipaksakan kalau padi belum siap di panen biar kembali kepada alur yang sebenarnya, jadi biar kaum milenial mengenal juga bahwa Mapag Sri itu bukan sekedar pesta tani yang hanya menampilkan giat pesta pora yang hanya ingin kelihatan ada tapi tidak tepat sasaran jadi terkesan ria saja.

Dengan bermunculannya kegiatan kegiatan budaya di desa yang menampilkan adat budaya dengan mengacu kepada kegiatan yang rutin dilaksanakan khususnya pertanian menjadi sorotan dengan kurangnya memahami sebuah budaya pada kegiatan tersebut pada pelaksanaan dan judul kegiatan banyak yang tidak nyambung dan dipaksakan.

Seperti kegiatan Mapag Sri yang seharusnya kegiatan tersebut dilaksanakan pas menjelang panen padi tapi karena tuntutan kegiatan walaupun padinya belum siap dipanen juga dipaksakan kegiatannya karena ingin ada giat di desanya ini, kan salah kalau tidak diluruskan.

Budayawan sekaligus penulis dan mantan jurnalis Rahmat Iskandar atau yang lebih dikenal Abah Rais.

Budayawan sekaligus penulis dan mantan jurnalis Rahmat Iskandar atau yang lebih dikenal Abah Rais bahkan menuturkan tentang kegiatan Mapag Sri agar diketahui oleh kaum milenial dan lebih mengenal budaya yang sudah ada turun temurun ini agar tetap terjaga adanya karena menurutnya ini kegiatan individu.

Mapag Sri adalah merupakan rasa hormat terhadap anugrah yang maha kuasa yang sudah menurunkan Nikmat pangan kepada umatnya, Sri adalah gambaran hidup untuk manusia yang merupakan simbol dari hidup dan jayanya manusia, jadi menurut Abah Rais, Mapag Sri adalah kebahagian turunnya keberkahan dari Allah SWT ungkap Rais

Di tempat lain Budayawan yang juga salah seorang pengurus Dewan Kesenian dan Kebudayaan Majalengka (DEKKMA) di kediamannya yang juga merupakan pimpinan Sanggar Seni Sekarlaras di Bongas Sumberjaya Majalengka pada hari Rabu (23/1).

Darto JE wakil ketua Dewan Kesenian dan Kebudayaan Majalengka, pemimpin Sanggar Seni Sekarlaras Bongas Kulon

Darto JE mengatakan piranti adat ada bermacam-macam sesuai dengan pungsi dan kebutuhanya, guar bumi tujuannya memiliki dua tujuan sesuai dengan syariat agama yakni Hablum Minallah dan Hablum Minannas, piranti ritus adat atau kearifan lokal dalam tata pertanian itu sebenarnya sambung menyambung.

Dimulai dengan guar bumi sebagai rasa syukur terhadap Allah SWT atas akan di bukanya musim tanam baru, biasanya dimulai dengan tahlilan di balai desa dengan mengumpulkan para tokoh pemuka dan masyarakat sebagai rasa syukur dan persembahan terima kasih untuk para leluhur yang membuka areal pertanian di daerah tersebut.

Dilanjutkan dengan ritual guar bumi yakni membuka lahan pertanian dengan di awali dengan doa bersama (biasanya ada parancah dan jangjawokan), lalu akan ada seremoni tokoh agama memberikan cangkul kepada pupuhu desa atau kuwu untuk mencangkul tanah garapanya, baru masyarakat sekitar dengan semangat membuka persawahannya.

Guar bumi biasanya di balai desa akan di adakan hiburan sebagai ruang publik atau hubungan silaturahmi antar masyarakat (Habluminannas) lalu malam harinya ada pertunjukan hiburan yang berkaitan dengan pertanian kalau yang di tanggapnya wayang biasanya lakon yang dimainkan babad alas amer kisah bima membuka hutan untuk kraton amarta, guar bumi sendiri bermakna bahwa nikmat Allah berupa bumi yang subur harus disyukuri kata Darto. (topik)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *