Bawaslu : Tidak Ada Dasar untuk Menunda Pemilu 2024

Min.co.id-Jakarta – Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Puadi menyatakan penundaan penyelenggaraan Pemilu 2024 tidak mungkin dilakukan hanya berdasarkan pada amar putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

Hal tersebut disampaikan Puadi, melalui keterangan tertulisnya, Jumat (3/3/2023).

Menurutnya, penundaan Pemilu hanya dapat dilakukan jika ada perubahan terhadap UUD 1945.

Lebih lanjut, Puadi menegaskan putusan perdata tidak memiliki sifat erga omnes, yakni berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia.

“Pasal 22E ayat (1) dan ayat (2) UUD NRI 1945 juga telah menggariskan pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden dan wakil presiden dilakukan setiap lima tahun sekali. Hal demikian juga diatur dalam Pasal 167 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu,” katanya.

Indonesia tidak mengenal adanya penundaan Pemilu, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pemilu. “Yang ada dalam UU tersebut, hanya Pemilu susulan dan Pemilu lanjutan,” ujarnya.

Puadi menyampaikan pula terkait dengan putusan PN Jakarta Pusat mengenai gugatan Partai Prima, Bawaslu secara kelembagaan sedang melakukan kajian terkait implikasinya terhadap Bawaslu.

Sebelumnya pada Kamis (2/3/2023), Majelis Hakim PN Jakpus mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap KPU untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024, dan melaksanakan tahapan pemilu dari awal selama kurang lebih 2 tahun 4 bulan 7 hari.

“Menghukum tergugat (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari,” ucap majelis hakim yang diketuai oleh Oyong, dikutip dari putusan Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim memerintahkan KPU untuk tidak melanjutkan sisa tahapan Pemilu 2024 guna memulihkan dan menciptakan keadaan yang adil serta melindungi agar sedini mungkin tidak terjadi lagi kejadian-kejadian lain akibat kesalahan, ketidakcermatan, ketidaktelitian, ketidakprofesionalan, dan ketidakadilan yang dilakukan KPU sebagai pihak tergugat.

Selain itu, majelis hakim menyatakan fakta-fakta hukum telah membuktikan terjadi kondisi error pada Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) yang disebabkan oleh faktor kualitas alat yang digunakan atau faktor di luar prasarana.

Hal tersebut terjadi saat Partai Prima mengalami kesulitan dalam menyampaikan perbaikan data peserta partai politik ke dalam Sipol yang mengalami error pada sistem.

Tanpa adanya toleransi atas apa yang terjadi tersebut, KPU menetapkan status Partai Prima tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai parpol peserta Pemilu 2024.(ip)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *