Menyusuri Jejak Sejarah di Kampung Bena: Surga Budaya di Flores

Min.co.id ~ NTT ~ Terletak di ketinggian 2.245 meter di atas permukaan laut, Kampung Bena di Desa Tiworiwu, Kecamatan Jerebu’u, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur, menawarkan pesona budaya yang tak lekang oleh waktu.

Dikenal sebagai “kampung para dewa,” Bena dihuni oleh sembilan suku yang memiliki keunikan dan tradisi tersendiri: Suku Tizi Azi, Tizi Kae, Wato, Deru Lalulewa, Deru Solamai, Ngada, Khopa, Ago, dan Bena.

Di balik kabut tebal yang menyelimuti pagi, keceriaan anak-anak Bena tak terhalang, dengan tawa dan teriakan mereka menggema di udara. Dari ketinggian, komplek rumah-rumah yang tersusun rapi terlihat seperti kapal yang terparkir di tepi tebing.

Dikelilingi oleh dataran tinggi yang hijau, Bena terjaga oleh kehadiran Gunung Inerie yang megah, seolah melindungi keberadaan kampung ini.

Sejarah Bena membentang hingga 12 abad lalu, dan setiap elemen dari kampung ini mengandung makna dan filosofi mendalam.

Tata letak permukiman yang berbentuk huruf U menghadap ke Gunung Inerie mencerminkan kedekatan spiritual masyarakat terhadap alam.

Rumah-rumah tradisional, terbuat dari kayu dan atap alang-alang yang tahan lama, dibangun menggunakan material dari lingkungan sekitar, melambangkan harmoni antara manusia dan alam.

Dalam kehidupan sehari-hari, kaum pria Bena mengelola kebun, menanam kakao, kemiri, dan cengkeh, sementara wanita terampil menenun kain sebagai cenderamata bagi wisatawan.

Keberadaan batu-batu megalitikum yang digunakan untuk ritual adat menambah daya tarik Bena. Batu lonjong yang dikenal sebagai Watu Lewa dan Nabe berfungsi sebagai meja upacara, sementara Turbupati, tempat duduk khusus kepala suku, menjadi simbol kepemimpinan dan keputusan adat.

Bena tidak hanya menyimpan peninggalan sejarah, tetapi juga tradisi yang masih lestari. Di tengah kampung, terdapat Nga’du dan Bhaga, dua bangunan yang merepresentasikan leluhur masing-masing suku.

Nga’du, simbol nenek moyang laki-laki, dan Bhaga, simbol nenek moyang perempuan, menggambarkan keseimbangan dalam masyarakat Bena.

Hiasan tanduk kerbau dan taring babi yang dipajang di depan rumah penduduk mencerminkan status sosial dan keberanian masyarakat dalam menjalani tradisi mereka.

Setiap tahun, upacara adat diadakan untuk menghormati nenek moyang dan memperkuat ikatan antar suku.

Mengunjungi Kampung Bena adalah seperti melangkah ke lorong waktu, menyaksikan bagaimana tradisi dan budaya dapat bertahan dalam arus modernisasi.

Di sini, setiap batu dan bangunan bercerita, mengajak kita untuk lebih mengenal kekayaan budaya Indonesia yang tak ternilai. Bena adalah salah satu surga budaya di Pulau Flores yang patut dilestarikan dan dijaga demi generasi mendatang.(*)

Editor : Achmad

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *