Jakarta | Di tengah derasnya arus digitalisasi, permainan tradisional Indonesia terus berupaya mempertahankan tempatnya di hati generasi muda.
Salah satunya adalah “main karet,” sebuah permainan yang sederhana namun sarat makna, yang menjadi bagian tak terpisahkan dari masa kecil anak-anak di era sebelum teknologi menguasai dunia.
Main karet, atau dikenal juga sebagai permainan “yeye,” dimainkan dengan tali panjang yang dibuat dari anyaman karet gelang. Permainan ini menuntut kelincahan melompat melewati ketinggian tali yang semakin dinaikkan mulai dari sebatas lutut hingga setinggi kepala. Namun, lebih dari sekadar keterampilan fisik, main karet adalah soal kebersamaan, tawa, dan semangat.
“Dulu kalau ada yang gagal melompat, bukan dihina, malah diberi semangat untuk mencoba lagi. Di situlah terasa kehangatan persahabatan,” cerita Irma (40), seorang ibu di Bandung, sambil memperlihatkan anyaman karet miliknya yang masih tersimpan sejak kecil.
Di beberapa kota, main karet kini mulai dipopulerkan kembali melalui lomba permainan tradisional di sekolah-sekolah atau acara budaya.
“Ini bukan hanya permainan, tapi juga pelajaran hidup. Anak-anak belajar kerja sama, percaya diri, dan yang paling penting, menikmati momen tanpa teknologi,” ujar Andi, seorang pemerhati budaya.
Bagi sebagian orang, main karet mungkin hanya kenangan masa kecil. Namun, bagi mereka yang mencintai tradisi, permainan ini adalah simbol bahwa kebahagiaan tak harus mahal dan selalu bisa ditemukan di sela-sela lompatan kecil.
Jika main karet adalah bagian dari cerita masa kecil Anda, mengapa tidak mengenalkannya kembali kepada anak-anak Anda? Sebab, ada sesuatu yang indah dalam tradisi yang terus hidup meskipun dalam lompatan sederhana di atas tali karet.(*)
Komentar