Min.co.id ~ Jakarta ~ Di ruang rapat utama Balai Kota Jakarta, suasana pagi itu terasa berbeda. Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, berdiri di hadapan jajaran pejabat dengan sorot mata yang tegas namun optimistis. Ia tidak hanya bicara soal perbankan, tapi tentang mimpi yang lebih besar: menjadikan Jakarta sebagai Top 50 Global City.
Dan di tengah ambisi besar itu, satu nama lokal yang kini tengah bersiap menanggalkan citra lamanya Bank DKI.
“Apakah Bank DKI akan tetap menjadi bank Jakarta, atau menjadi bank global?” tanya Pramono retoris. “Kini saatnya kita bangun betul-betul Bank Jakarta.”
Dukungan ini bukan datang tiba-tiba. Beberapa waktu lalu, masyarakat Jakarta sempat dibuat khawatir oleh gangguan sistem aplikasi JakOne Mobile. Layanan terganggu, transaksi tertahan, dan narasi keraguan sempat bergulir.
Namun hari ini, suara Gubernur itu hadir sebagai penegas bahwa setiap krisis menyimpan peluang transformasi.
Bank DKI, yang sebelumnya lebih dikenal sebagai bank milik daerah dengan dominasi layanan ASN dan BUMD, kini tengah berada di simpang jalan penting: bertahan sebagai pemain lokal, atau berani naik kelas ke ranah global.
Dan Gubernur Pramono jelas “jangan setengah-setengah.”
Transformasi Bank DKI sejatinya bukan semata rebranding, tapi bagian dari agenda besar: Jakarta pasca-ibu kota, Jakarta yang tetap relevan di peta dunia. Maka, bank milik daerah pun harus ikut berubah.
“Bank DKI perlu dikelola secara lebih profesional, agar bisa mendukung Jakarta yang kompetitif di tingkat global,” tegas Pramono.
Langkah konkret sudah mulai terlihat: dari pemulihan sistem layanan ATM dan digital secara bertahap, pembukaan layanan Off-Us sejak 7 April, hingga komitmen penuh untuk melindungi nasabah.
Di tengah tekanan publik, Direktur Utama Bank DKI, Agus Haryoto Widodo, berdiri di barisan depan.
“Kami mohon maaf atas ketidaknyamanan yang terjadi. Tapi kami pastikan, data dan dana nasabah tetap aman.”
Agus menyampaikan bahwa Bank DKI kini membuka kanal komunikasi 24 jam melalui call center dan media sosial untuk menjawab aspirasi masyarakat. Tak hanya itu, mereka juga memastikan bahwa proses pemulihan dilakukan sesuai prinsip Good Corporate Governance, prudential banking, dan pelindungan konsumen.
Perjalanan Bank DKI masih panjang. Namun sinyal dari Balai Kota sudah jelas Jakarta tidak akan berjalan sendiri. Semua elemen kota, termasuk institusi keuangan, harus ikut bertransformasi bukan hanya demi efisiensi layanan, tapi juga demi marwah kota yang ingin bersaing secara global.
Hari ini mungkin tentang sistem yang dipulihkan. Tapi esok, mungkin kita akan menyaksikan Bank DKI berdiri di tengah panggung keuangan dunia membawa nama Jakarta sebagai kota yang tak hanya megah, tapi juga maju dan tangguh.
Dan jika semua langkah ini dijalankan dengan konsisten, mungkin kelak, kita tak lagi menyebutnya sekadar Bank DKI tapi Bank Jakarta, bank milik dunia. (*)
Editor : Achmad