Cucur: Gunung Manis dari Tepian Waktu

Min.co.id ~ Jakarta ~ Di sebuah pagi yang lengang di gang sempit kawasan Condet, aroma harum dari dapur kayu menyelinap di antara celah jendela rumah-rumah tua. Di atas wajan besi yang menghitam oleh waktu, adonan cokelat keemasan perlahan menari dalam minyak panasmeletup, menggembung di tengah, lalu merekah tipis di pinggirannya. Cucur. Nama yang sederhana, tapi menyimpan kisah manis dari banyak masa.

Kue ini bukan sekadar jajanan pasar. Ia adalah kenangan yang digoreng, diwariskan dari tangan-tangan ibu, nenek, bahkan leluhur yang namanya kini hanya hidup dalam cerita. Terbuat dari tepung beras dan gula merah dua bahan yang akrab di dapur-dapur Nusantarakue cucur adalah contoh sempurna bagaimana sesuatu yang sederhana bisa begitu mengikat perasaan.

Meski bentuknya khas menggunung di tengah dan pipih di tepi—cucur tak pernah memaksakan dirinya mencuri perhatian. Ia seperti nenek yang diam tapi hangat, selalu ada di sudut meja ketika keluarga berkumpul, hadir dalam upacara adat, dan menjadi bagian dari doa-doa syukur dalam tradisi Betawi.

“Kalau ada cucur, berarti ada hajat. Ada kebahagiaan,” ujar Mak Ijah (68), seorang pembuat kue tradisional Betawi, sambil menuang adonan ke dalam wajan. Tangannya tak lagi sekuat dulu, tapi gerakannya tetap presisi. “Kue ini ada maknanya, Nak. Tengahnya itu gunung, artinya harapan. Pinggirnya lebar, tanda rezeki yang menyebar.”

Tak hanya di Jakarta, cucur juga menjelajah lintas negara menyapa dapur-dapur di Malaysia, Thailand, hingga Brunei. Tapi yang membuatnya tetap Indonesia adalah cara kita menyikapinya: bukan hanya sebagai makanan, tapi bagian dari identitas dan perayaan hidup.

Menariknya, jejak kue cucur bahkan tercatat dalam Serat Centhini, karya sastra monumental Jawa yang ditulis pada abad ke-18. Ini membuktikan bahwa kue ini bukan pendatang baru, tapi saksi sejarah diam-diam mengikuti perjalanan budaya, dari zaman keraton hingga era digital.

Kini, di tengah gelombang makanan viral dan tren kuliner kekinian, cucur masih bertahan. Mungkin tak seviral croffle atau dalgona coffee, tapi kue ini punya cara sendiri untuk hidup di hati: lewat rasa, lewat makna, dan lewat kenangan.

Karena pada akhirnya, cucur adalah tentang waktu yang mengental, menghitam manis dalam minyak panas dan tentang kita, yang selalu rindu pulang lewat sepotong rasa masa kecil.(*)

Editor : Achmad

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *