Min.co.id ~ Perayaan Cap Go Meh, puncak perayaan tahun baru Cina, tidak hanya sekadar festival lampion atau bulan purnama biasa. Di Singkawang, Kalimantan Barat, perayaan ini menjadi arena unik di mana kepercayaan Cina kuno, budaya Dayak setempat, dan tradisi spiritual Melayu berpadu dalam prosesi ritual yang mencengangkan.
Tidak hanya memunculkan arak-arakan penolak bala yang ramai dengan kembang api dan gong, tapi juga menampilkan aksi ekstrim para Tatung yang menusuk-nusuk tubuh mereka dengan berbagai benda tajam.
Namun, apa makna di balik ritual ini? Antropolog seperti Dimitrios Xygalatas dari University of Connecticut, telah meneliti fenomena serupa di berbagai belahan dunia.
Dari ritual jalan di atas bara api di Spanyol hingga pawai penebusan dosa di Phuket, Thailand, Xygalatas menemukan bahwa ritual ekstrim seperti ini memiliki peran penting dalam membentuk ikatan sosial yang kuat.
Melalui studi mendalam, Xygalatas menyoroti bahwa derajat ekstrimitas ritual berkorelasi dengan tingkat kebersamaan yang dihasilkan. Semakin besar rasa sakit dan derita yang dialami dalam ritual, semakin kuat pula ikatan sosial yang terbentuk.
Konsep ini, sebagaimana yang diajukan oleh sosiolog Emile Durkheim, menggambarkan bahwa ritual kolektif mampu menciptakan “arus listrik” sosial yang menyatukan masyarakat dalam pengalaman ekstatis kolektif.
Dengan demikian, meskipun ritual ekstrim mungkin tampak keji atau bahkan biadab bagi beberapa orang, mereka memiliki peran penting dalam menjaga kohesi sosial dalam masyarakat.
Ini adalah bukti bahwa dalam derita dan pengorbanan, manusia menemukan kekuatan untuk bersatu dan membangun komunitas yang kuat.(red)