JAKARTA , – Jika merujuk ke peraturan, tidak semua uang komite sekolah termasuk pungutan liar (pungli) karena bisa saja uang komite sekolah ini adalah bentuk dari sumbangan sukarela maupun bantuan.
Nah…untuk lebih jelasnya apakah uang komite sekolah termasuk pungli…? Hal ini kerap dipertanyakan oleh kebanyakan orang karena berpikir bahwa mereka harus membayar sesuatu yang masih belum jelas aturannya. Senin (17/7/23).
Pungli memang telah menjadi momok di dalam dunia pendidikan. Umumnya ini terjadi pada tahun ajaran baru ketika proses belajar mengajar di suatu lembaga pendidikan baru saja dimulai.
Sebelum awal tahun ajaran baru, biasanya akan diselenggarakan rapat komite untuk membahas keuangan sekolah yang masih belum mencukupi, karenanya untuk menambal hal tersebut diperlukan tambahan dana.Dari sinilah muncul inisiatif untuk menggalang dana pendidikan dari orang tua murid. Namun pungutan ini seharusnya tidaklah bersifat memaksa.
Karena berdasar pada ketentuan Pasal 10 ayat (2) Permendikbud 75/2016 tentang Komite Sekolah, komite hanya diberikan kewenangan menggalang dana dalam bentuk bantuan dan/atau sumbangan, bukan pungutan.Inilah aturan yang menjadi patokan bahwa penggalangan dana dengan sistem pemungutan tidak boleh dijalankan karena memiliki sifat memaksa.
Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (4) Permendikbud 75/2016 tentang Komite Sekolah menjelaskan bahwa pungutan adalah penarikan uang oleh sekolah kepada peserta didik, orang tua/walinya yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan.
Jadi, berbeda dengan sumbangan yang bersifat sukarela, pungutan sebaliknya bersifat wajib dan mengikat.
Karena itulah pungutan ini disebut sebagai pungutan liar karena tidak termasuk ke dalam bentuk penggalangan dana yang ditentang oleh Kemendikbud. Jadi, apakah uang komite sekolah termasuk pungli?
Sebenarnya tidak semua uang komite sekolah termasuk pungli. Karena bisa saja uang komite sekolah ini adalah bentuk dari sumbangan sukarela maupun bantuan Lantaran dua macam sistem penggalangan dana ini memang boleh diterapkan dalam sistem pendidikan Indonesia.
Sesuai dengan Pasal 1 ayat (5) Permendikbud 75/2016 tentang Komite Sekolah, sumbangan adalah pemberian berupa uang/barang/jasa oleh peserta didik, orang tua/walinya baik perorangan maupun bersama-sama, masyarakat atau lembaga secara sukarela, dan tidak mengikat satuan pendidikan.
Sementara bantuan, yang sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) Permendikbud 75/2016 tentang Komite Sekolah, menyebutkan bahwa bantuan adalah pemberian berupa uang/barang/jasa oleh pemangku kepentingan satuan pendidikan di luar peserta didik atau orang tua/walinya, dengan syarat yang disepakati para pihak. Intinya, pemberian dana dari pihak luar, bukan orang tua/wali murid serta pihak masih terkait dengan sekolah.
Dua cara ini boleh diterapkan karena sifatnya yang tidak memaksa, terlebih bila ada beberapa kegiatan sekolah yang tidak tercover oleh dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Karena itulah komite sekolah meminta biaya tambahan. (Red/KM)