Kopi Tuli, Menyuguhkan Kesetaraan dengan Secangkir Kopi

Min.co.id – Jakarta – Penyandang disabilitas memiliki kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dengan masyarakat non disabilitas. Sebagai bagian dari warga negara Indonesia, sudah sepantasnya penyandang disabilitas mendapatkan perlakuan khusus, yang dimaksudkan sebagai upaya perlindungan dari kerentanan terhadap berbagai tindakan diskriminasi dan terutama perlindungan dari berbagai pelanggaran hak asasi manusia.

Perlakuan khusus tersebut dipandang sebagai upaya maksimalisasi penghormatan, pemajuan, perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia universal (El Muhtaj, 2008), dan juga dijamin dalam ketentuan UUD 1945 Pasal 28 I ayat 2) bahwa “Setiap orang bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu”.

Secara umum, mereka yang tidak mampu melakukan seluruh atau sebagian dari aktivitas normal kehidupan pribadi atau sosial dikarenakan mengalami kelainan tubuh atau mental, dapat digolongkan sebagai penyandang disabilitas.

Penyandang disabilitas merupakan kelompok minoritas terbasar didunia, dimana 80 persen dari jumlah penyandang disabilitas di dunia berada di negara-negara berkembang (Infodatin Kementerian Kesehatan RI, 2014).

Dalam kehidupan sehari-hari penyandang disabilitas masih mendapatkan perlakuan dan sikap yang tidak adil dari sebagian keluarga dan masyarakat sekitar. Penyandang disabilitas sering diidentikkan dengan orang yang sakit, yang lemah tak berdaya, dan tidak produktif.

Penyandang disabilitas juga masih mengalami perlakuan diskriminasi karena alasan disabilitas yang mereka sandang. Lingkungan sekitar mereka yang tidak aksesibel menyebabkan aktivitas dan mobilitas penyandang disabilitas menjadi sangat terbatas dan terhambat.

Demikian halnya seperti yang dialami oleh Putri Santoso. Putri Santoso adalah seorang perempuan yang memiliki keterbatasan pendengaran sejak usia balita.

Sebelum mendirikan Kopi Tuli, Putri pernah di tolak oleh sejumlah perusahaan karena keterbatasan komunikasi yang di alaminya. Tidak hanya perusahaan, perempuan Tuli yang merupakan lulusan sarjana desain komunikasi visual, BINUS University itu pernah tidak di terima oleh 10 sekolah umum.

Kegagalan dalam mendapatkan pekerjaan yang ia lamar, tidak membuat Putri patah arang dalam hidupnya. Bahkan, kegagalannya itu justru menjadi inspirasi bagi Putri dalam mendirikan warung kopi, Kopi Tuli.

Bersama dua sahabatnya sejak kecil yang juga tuli, M. Adhika Prakoso dan Erwin Syah Putra, Putri pun memulai usahanya, Kopi Tuli, pada Mei 2018.

“Kopi Tuli pendiri dan karyawannya semua teman-teman tuli,” kata Putri dalam diskusi Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) yan bertema Tangguh Tanpa Mengeluh pada Rabu (18/08/2021).

Putri mengakui bahwa dalam mulai usahanya ia berprinsip bahwa setiap kaum disabilitas harus memiliki kesetaraan kesempatan dalam memperoleh pekerjaan. Hal ini tentunya sejalan dengan tiga tujuan didirikannya Kopi Tuli.

“Tujuan koptul ada tiga yang pertama soal pendidikan untuk menjembatani komunikasi menggunakan bahasa isyarat, kedua sosialisasi dan peningkatan kesadaran serta pemberdayaan teman-teman tuli serta ada ruang interaksi antara teman tuli dan dengar, ketiga pemberdayaan dari teman-teman tuli sendiri,” ujar Putri.

Ia menceriterakan, sebelum korona banyak sekali orang-orang yang berdatangan ketemu teman-teman tuli belajar bahasa isyarat belajar komunikasi di Kopi Tuli. Setelah korona sepertinya benar-benar turun drastis, tapi kan tetap semangat. tetap terus produktif.

Meskipun pandemi COVID-19 telah menjadi hambatan yang cukup signifikan bagi bisnisnya, Putri bersama rekan-rekannya tetap produktif dalam menjalani bisnisnya.

Kreativitas dalam membaca pangsa pasar di saat pandemi menjadikan bisnis KopinTuli tetap berjalan hingga saat ini.

“Kita tetap produktif, saat pandemi kita mulai jualan online per botol, jadi ada beberapa botol yang pertama botol 1 liter yang lebih kecil dan yang lebih kecil lagi. Kita juga berjualan melalui media sosial, kita berjualan secara Live dari media sosial dan terus itu kita lakukan. Jadi jualan secara online dilakukan, secara offline juga dilakukan dan ini membuat usaha tetap bisa jalan,” tuturnya.

Purti juga memaparkan bahwa dalam memulai usaha, modal yang pertama adalah keberanian. Karena menurutnya, keberanian adalah hal yang amat mendasar dalam memulai usaha.

“Harus berani mengambil resiko apapun, yang kedua jangan malu jangan minder. Jangan malu kita harus berani Yang penting semangat berani dan pantang menyerah. Kalau ada yang menjelek-jelekan nggak-papa, kita belajar, kita cari caranya yang baru,” kata Putri.

Alhasil, Kopi Tuli yangi berdiri sejak 2018, kini telah memiliki beberapaa cabang, di Depok, Jawa Barat dan di Duren Tiga, Jakarta Selatan.

“Saya mau memberdayakan, memberikan kesetaraan kesempatan kepada teman-teman tuli yang banyak, saya mau punya usaha Kopi Tuli ini ada di macam-macam tempat, bisa buka banyak cabang dan semoga Indonesia lebih inklusif. Saya juga mau bekerjasama dengan pelaku-pelaku UMKM, kita mungkin bisa bekerjasama agar usaha lebih prospektif,” ungkapnya.

Menurutnya, di masapandemi seperti saat ini kesadaran tentang kesadaran kesehatan lebih tinggi. Hal ini lantas memberikan inspirasi agar Kopi Tuli dapat membuat serta menyajikan makanan dan minuman yang lebih sehat.

“Jamu contohnya, dan macam-macam, karena dari Corona ini orang-orang mulai sadar tentang kesehatan,” ujarnya.

Dengan konsep kesetraaan kesempatan dan pemberdayaan teman Tuli, para pendiri Kopi Tuli berupaya untuk memberikan ketersediaan lapangan kerja untuk teman Tuli. Kopi Tuli juga ingin meningkatkan interaksi antara orang-orang dengar dengan orang Tuli agar bisa saling memahami. (Sumber: infopublik.id)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *