Min.co.id – Seperti tahun sebelumnya, perayaan HUT Kemerdekaan RI ke-76 masih dalam masa pandemi. Pemerintah pun mengimbau untuk merayakan kemerdekaan secara sederhana dan melarang warga untuk menyelenggarakan perlombaan karena berpotensi menimbulkan kerumuman.
Sementara itu, sebelum pandemi melanda, suasana kemerdekaan rasanya kurang lengkap jika tidak menyelenggarakan berbagai lomba dengan berbagai macam hadiah juga tentunya. Lomba ini biasa diikuti mulai dari anak-anak, remaja, hingga orang dewasa.
Perlombaan 17 Agustus baru mulai diadakan lima tahun setelah Indonesia merdeka, yaitu pada 1950. Belum diketahui siapa yang pertama kali menggagas perlombaan ini.
Pada tahun tersebut intensitas pertempuran untuk mempertahankan kemerdekaan sudah mulai berkurang. Kondisi keamanan negara sudah mulai kondusif. Sehingga mulai bermunculan berbagai lomba untuk memperingati HUT RI.
Perlombaan 17 Agustus, selain sebagai hiburan, juga dimaknai sebagai perayaan kemenangan para pejuang kemerdekaan bangsa. Setiap perlombaan ternyata memiliki makna dan sejarahnya tersendiri. Berikut ulasannya.
1. Makan kerupuk
Lomba makan kerupuk menjadi lomba pertama yang diadakan pada masa itu. Lomba ini juga banyak diminati terutama oleh anak-anak. Aturan lomba makan kerupuk sangat sederhana, yaitu peserta lomba harus menghabiskan kerupuk yang digantung dengan tangan terikat di belakang. Siapa yang berhasil menghabiskan lebih dulu, dia yang menjadi pemenangnya.
Dibalik keseruan lomba makan kerupuk, terdapat kisah yang memprihatinkan. Ide lomba makan kerupuk berawal dari melihat kondisi masyarakat di zaman penjajahan yang makan dengan kondisi serba apa adanya. Banyak rakyat Indonesia yang hidup miskin dan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan mereka, sehingga hanya mampu makan dengan nasi dan kerupuk.
Lomba makan kerupuk pada awalnya hanya dilaksanakan oleh masyarakat menengah ke bawah, tapi sekarang perlombaan ini sudah digelar oleh semua golongan masyarakat.
2. Balap karung
Tidak hanya lomba makan kerupuk, lomba balap karung pun termasuk lomba tradisonal yang popuper. Lomba ini biasa diadakan di berbagai daerah seluruh Indonesia. Aturan lombanya juga sederhana, peserta lomba memasukkan bagian bawah badannya ke dalam karung, lalu mereka harus melompat-lompat untuk mencapai garis finish.
Makna filosofi yang terkandung dalam lomba ini diyakini sebagai wujud perayaan kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Jepang. Karung goni yang digunakan saat lomba merupakan pengingat jika dulu masyarakat Indonesia hanya menggunakan pakaian sederhana yang terbuat dari karung goni. Menginjak-injak karung goni dianggap sebagai wujud kesesalan atas penderitaan pada masa itu.
3. Tarik tambang
Lomba tarik tambang biasa diadakan untuk anak-anak ataupun orang dewasa. Lomba ini dibagi menjadi dua kelompok. Semua peserta harus memegang tali tambang dengan kedua tangannya. Kamudian, kedua kelompok yang bertanding harus menarik tambang hingga salah satunya sudah tidak mampu menahan tali tersebut.
Lomba tarik tambak dijadikan sebagai simbol perjuangan Indonesia pada zaman penjajahan Belanda. Keadaan masyarakat pada masa itu penuh dengan kerja paksa. Masyarakat dipaksa kerja menarik menarik benda-benda berat menggunakan tali tambang. Sampai muncul ide untuk menjadikan tarik tambang sebagai bentuk hiburan dan ajang untuk adu kuat.
4. Panjat pinang
Perlombaan ini sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda, dikenal dengan nama de Klimmast yang artinya memanjat tiang. Pada masa itu permainan ini dijadikan sebagai hiburan dan lelucon bagi Belanda pada acara-acara penting, seperti pernikahan, hajatan, dll.
Pada masa itu, hadiah yang diperebutkan barang mewah, seperti roti, beras, gula, tepung, dan pakaian. Barang tersebut dianggap mewah bagi masyarakat Indonesia, yang kala ini hidup serba kekurangan.
Saat panjat pinang berlangsung dan masyarakat Indonesia bersusah payah meraih hadiah, orang-orang Belanda hanya menonton dan menertawakan jika ada yang jatuh. Tidak sedikit orang yang menganggap perlombaan ini hanya membuka kenangan buruk. Namun, banyak juga yang menganggap jika panjat pinang diadakan untuk meneladani perjuangan masyarakat di masa penjajah. (Iim)