Kolaborasi Jasa Logistik & E-Commerce

Min.co.id – Jasa logistik dan e-commerce merupakan dua jasa yang bisa saling melengkapi dan saling membutuhkan.

Jasa logistik memegang peranan penting dalam menopang sektor perdagangan digital sebagai salah satu motor penggerak perekonomian Indonesia. Bahkan, perannya sangat stretagis sekali di tengah-tengah wabah dewasa ini.

Meski perannya semakin penting, tantangan bisnis jasa logistik di Indonesia sangat besar. Dalam konteks biaya ternyata beban biaya jasa itu masih mencapai 24 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), dan tercatat tertinggi di Asean sehingga menghambat daya saing.

Tantangan berikutnya adalah Indonesia merupakan negara kepulauan sehingga diperlukan pemerataan ketersediaan fasilitas dan infrastruktur logistik, khususnya kawasan timur.

Ironis lainnya, sebanyak 65 persen pelaku UMKM menganggap logistik adalah tantangan terbesar berusaha. Selain itu, yang bergerak di jasa logistik dalam negeri sangat terfragmentasi.

Terlepas dari sejumlah tantangan di atas, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menilai jasa logistik dan e-commerce merupakan dua jasa yang bisa saling melengkapi dan saling membutuhkan.

Dia juga memberikan saran agar bisnis jasa logistik lebih mengefisienkan bisnisnya karena bila mereka bisa mengefisienkan biaya logistiknya tentu akan diikuti dengan terdongkraknya aktivitas perekonomian yang memanfaatkan platform digital.

Masih tingginya rasio logistik terhadap PDB, bahkan sempat menyentuh 26 persen pada 2014, tentu berpengaruh terhadap daya saing. “Pada 2019 kami hitung turun, tetapi tidak signifikan dan menjadi 23 persen karena ada jalanan yang belum difinalisasi,” kata Lutfi dalam satu diskusi, Rabu (7/7/2021).

Jika proses pembangunan rampung, Lutfi mengatakan, rasio biaya logistik bisa ditekan menjadi 16 persen pada 2024. Bahkan, rasio ini bisa makin ditekan dengan adanya penghiliran ekonomi digital.

Harus diakui, merujuk data Kementerian Perdagangan menyebutkan peran logistik di Indonesia begitu besar. Indikator itu bisa terlihat dari pangsa pasar bisnis itu kini sudah mencapai sekitar USD221 miliar.

Di sisi lain, transaksi e-commerce yang mencapai Rp266,3 triliun pada 2020 dengan persentase kenaikan 29 persen secara tahunan dan populasi Indonesia yang memiliki lebih dari 270 juta penduduk, dinilai sebagai modal besar bagi bisnis jasa logistik.

Memang bisnis e-commerce akan menjadi salah satu bisnis berbasis digital yang menjanjikan saat ini dan di masa mendatang, Menurut data Kementerian Perdagangan, pasar bisnis e-commerce bisa mencapai Rp1.908 triliun pada 2030. Berikutnya, digital konten (Rp515,3 triliun), corporate service (Rp529,9 triliun), travel (Rp575 triliun), service (Rp763 triliun).

“Namun, dari sisi tantangan kami melihat PDB dari beban biaya logistik Indonesia sekitar 24 persen dan tertinggi di Asean. Hal ini yang menghambat daya saing pemain,” ujarnya.

Menurutnya, hingga saat ini ada 65 persen pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang menganggap logistik adalah tantangan terbesar berusaha.

Adapun hingga kini baru 13,7 juta UMKM yang sudah bergabung di lokapasar daring. “Kami sebenarnya melihat sektor ini menjadi sektor pendukung yang vital bagi hampir semua sektor industri dan perdagangan, khususnya pelaku UMKM,” katanya.

Sementara itu, PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) meyakini membenahi struktur logistik adalah cara bertahan yang efektif bagi sebuah negara.

Menuju Digitalisasi

Vice President of Marketing PT Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) Eri Palgunadi mengatakan, industri logistik telah bergerak menuju digitalisasi sehingga perusahaan memetakan klaster dan membangun sebuah jaringan, khususnya pada melalui tiga pilar utama, yaitu e-commerce, gerbang pembayaran digital, dan logistik.

“Pada akhirnya logistik mengacu pada tiga hal utama, yaitu bagaimana mengambil barang dengan baik, melakukan transportasi barang, dan proses pengiriman hingga ke end user,” ujarnya.

Head of Center of Investment, Trade, and Industry Indef Andry Satrio Nugroho mengatakan, pandemi Covid-19 telah membuat tren kinerja e-commerce secara global meningkat.

Menurutnya, e-commerce dapat menjadi penopang ekonomi di tengah pandemi. Namun, hal tersebut harus didukung pula oleh berbagai sektor terkait, salah satunya logistik.

E-commerce hanya pangkal saja. Kita harus berpikir masalah logistiknya. Ini sebetulnya menopang e-commerce itu sendiri,” tuturnya. Selain itu, Andry berharap e-commerce dapat lebih inklusif menjaring UMKM. Usaha skala ini tercatat menjadi penyerap tenaga kerja terbesar dan tak luput terdampak pandemi Covid-19.

“Saya mendorong e-commerce itu harusnya lebih inklusif. Kalau bicara inklusivitas maka tak luput dari UMKM. Kalau bicara soal krisis 1998 dan 2008 atau hari ini seharusnya memang UMKM jadi kunci pemulihan. Awal Covid-19 kita lihat juga UMKM yang paling terdampak juga. Padahal, serapan tenaga kerjanya sangat besar yakni 89 persen,” tuturnya.

Andry mengatakan, UMKM bisa menjadi backbone dari perdagangan digital. Hal ini setidaknya terlihat dari porsi usaha dengan pendapatan kurang dari Rp300 juta yang mendominasi platform e-commerce. “Ini sebenarnya juga menjadi salah satu bukti bahwa e-commerce kita dipegang oleh UMKM,” ujarnya. (Sumber: indonesia.go.id)

(Foto: ANTARA Foto/Sigid Kurniawan)

 

Komentar

News Feed