Min.co.id-Jakarta-Payung perlindungan sosial kembali direntangkan. Presiden Joko Widodo pada 31 Agustus lalu menandatangani Peraturan Pemerintah RI (PP) nomor 49 tahun 2020 tentang Penyesuaian Iuran Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan selama Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease (Covid-19). PP itu diundangkan 1 September 2020.
Kebijakan baru ini bertujuan untuk membantu pekerja Indonesia agar tetap terlindung dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan selama wabah corona (Covid-19). Kebijakan baru ini dijalankan dengan meringankan tarif iuran BPJS Ketenagakerjaan, yang dibayarkan oleh badan usaha (perusahaan), bagi para pekerjanya. Dengan demikian, kelangsungan program jaminan sosial para pekerja itu bisa lebih terjaga.
Ada tiga jenis pelonggaran iuran BPJS Ketenagakerjaan yang diberikan lewat PP baru ini. Yang pertama, kelonggaran waktu pembayaran iuran jaminan kecelakaan kerja (JKK), iuran jaminan kematian (JKM), iuran jaminan hari tua (JHT), serta iuran jaminan pensiun (JP). Semula, iuran harus dibayar pada tanggal 15, kini dilonggarkan menjadi tanggal 30 di bulan berikutnya.
Kedua, keringanan iuran JKK dan iuran JKM sebesar 99 persen dari kewajiban iuran tiap bulan. Ketiga, penundaan pembayaran sebagian iuran JP sebesar 99 persen dari kewajiban tiap bulan. Ketentuan relaksasi ini dimulai Agustus 2020 hingga Januari 2021.
Pasal 6 pada PP 49/2020 menyebutkan Iuran JKK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 bagi peserta penerima upah dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
Tingkat risiko sangat rendah dikenakan iuran sebesar 1 % (satu persen) dikali 0,24% (nol koma dua puluh empat persen) dari upah sebulan sehingga menjadi 0,0024% (nol koma nol nol dua puluh empat persen) dari upah sebulan. Tingkat risiko rendah, yaitu sebesar 1% (satu persen) dikali 0,54% (nol koma lima puluh empat persen) dari upah sebulan sehingga menjadi 0,0054% (nol koma nol nol lima puluh empat persen) dari upah sebulan.
Pada tingkat risiko sedang yaitu sebesar 1% (satu persen) dikali 0,89% (nol koma delapan puluh sembilan persen) dari upah sebulan sehingga menjadi 0,0089% (nol koma nol nol delapan puluh sembilan persen) dari upah sebulan. Untuk tingkat risiko tinggi, yaitu sebesar 1% (satu persen) dikali 1,27% (satu koma dua puluh tujuh persen) dari upah sebulan sehingga menjadi 0,0127% (nol koma nol seratus dua puluh tujuh persen) dari upah sebulan.
Pada tingkat risiko sangat tinggi, yaitu sebesar 1% (satu persen) dikali 1,74% (satu koma tujuh puluh empat persen) dari upah sebulan sehingga menjadi 0,0174% (nol koma nol seratus tujuh puluh empat persen) dari upah sebulan. Untuk membaca lengkap PP 49 tahun 2020 ada di link: https://jdih.setkab.go.id/PUUdoc/176225/PP_Nomor_49_Tahun_2020.pdf
Untuk memperoleh relaksasi, menurut Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah, mengacu pada Pasal 13 Ayat (1), mensyaratkan pemberi kerja, peserta penerima upah dan peserta bukan penerima upah mendaftar sebelum Agustus 2020 untuk keringanan iuran JKK dan JKM, dan harus melunasi iuran tersebut sampai bulan Juli 2020.
“Dengan penyesuaian iuran jaminan sosial ketenagakerjaan, hak peserta untuk memperoleh manfaat jaminan sosial ketenagakerjaan tetap dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan,” kata Menaker Ida Fauziyah.
Menurut Menaker, bagi pemberi kerja, peserta penerima upah dan peserta bukan penerima upah yang telah melunasi iuran JKK dan JKM pada Agustus 2020 atau bulan berikutnya dan terdapat kelebihan, maka kelebihan iuran JKK dan JKM tersebut diperhitungkan untuk pembayaran iuran JKK dan iuran JKM berikutnya.
Menaker berharap PP ini dapat memberikan manfaat bagi seluruh pemangku kepentingan jaminan sosial ketenagakerjaan dan meringankan beban pemberi kerja dan peserta dalam memenuhi kewajiban iuran selama masa pandemi. “Relaksasi iuran BPJS Ketenagakerjaan ini diharapkan bisa memberi ruang gerak lebih dalam bagi para pengusaha dalam mengalokasikan dana operasional perusahaan,” ujarnya.
Ida mengungkapkan hasil survei online Lembaga Penelitian Indonesia (LIPI), Badan Litbang Ketenagakerjaan, Kemnaker dan Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, yang dilakukan 24 April 2020 hingga 2 Mei 2020, yang menyebutkan bahwa wabah Covid-19 sangat mempengaruhi aspek ketenagakerjaan di Indonesia.
Melemahnya perekonomian dan terjadinya penurunan produktivitas berdampak terhadap pekerja dan pemberi kerja. Fenomena yang dialami pekerja dan pemberi kerja ini akan mempengaruhi kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban, yakni iuran program jaminan sosial ketenagakerjaan.
Dalam kondisi tersebut, negara perlu hadir dengan langkah cepat dan tepat agar kehidupan sosial dan ekonomi segera pulih dan berjalan dengan normal. Di bidang kesehatan, pemerintah terus berupaya mengendalikan Covid-19 agar tidak menyebar lebih luas. “Sementara di bidang ekonomi, pemerintah dengan segala daya dan upaya memberikan stimulus untuk meringankan beban ekonomi pemberi kerja dan pekerja/buruh,” ujar Ida.
Hal senada diungkapkan Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto. Menurutnya, relaksasi iuran ini merupakan bentuk stimulus yang diberikan pemerintah kepada pemberi kerja melengkapi stimulus yang telah diberikan kepada pekerja melalui bantuan subsidi upah pekerja/buruh.
“Kami menyambut baik dan siap menjalankan kebijakan pemerintah ini untuk menjaga iklim usaha agar tetap tumbuh di tengah kondisi pandemik dalam kerangka pemulihan ekonomi nasional,” ungkap Agus Susanto.
Kebijakan ini disambut baik para pengusaha. “Relaksasi ini penting bagi kita agar kita bisa terus menjalankan usaha dengan baik karena kalau pengusaha atau perusahaan bisa berjalan dengan baik, tentunya bisa terhindar juga dari PHK atau bertambahnya pengangguran,” kata Wakil Ketua Komite Ketenagakerjaan dan Jaminan Sosial APINDO Dipa Susila.
sumber : indonesia.go.id