Min.Co.Id-Jakarta-Mendikbud Nadiem yang menetapkan Empat Program Pokok Kebijakan Pendidikan ”Merdeka Belajar’, dua diantaranya sangat di dukung oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), yaitu Penghapusan Ujian Nasional (UN) pada 2021 (KPAI mengapresi bahwa pendidikan kita akhirnya menghargai nalar), dan Mempertahankan sistem zonasi PPDB pada 2020.
KPAI menilai bahwa kebijakan penghapusan UN sejalan dengan sistem zonasi dalam PPDB, yaitu hanya mempertimbangan jarak rumah ke sekolah, bukan nilai UN-nya seperti praktik sebelum kebijakan zonasi PPDB ditetapkan pemerintah.
Namun demikian, KPAI menyayangkan penurunan persentasi zonasi jarak murni yang semula sudah mencapai 80% setelah pelaksanaan tiga tahun zonasi, namun di era Menteri Nadiem malah kemunduran karena diturunkan drastis menjadi 50%. Padahal, sudah banyak daerah yang mampu dan konsisten menjalankan 80% zonasi jarak murni walau dengan segala keterbatasan.
Berbeda dengan DKI Jakarta, yang memiliki jauh lebih banyak sekolah, namun “setengah hati”menerapkan zonasi murni sehingga seleksi PPDB sesungguhnya tetap menggunakan UN.
Data Kemdikbud selama 5 tahun terakhir menunjukkan bahwa anak-anak dari keluarga miskin justru mengeluarkan biaya pendidikan yang lebih besar dibandingkan anak-anak dari keluarga kaya.
Karena seleksi PPDB menggunakan hasil UN. Anak-anak kaya mampu bayar bimbel, sehingga nilai UN nya bisa tinggi jadi bisa memilih sekolah negeri manapun karena tinggi nya nilai UN. Sementara jumlah sekolah negeri minim. Akibatnya, sekolah negeri didominasi anak-anak dari keluarga kaya.
Anak-anak dari keluarga miskin justru harus mengeluarkan biaya lebih besar untuk pendidikan di sekolah swasta.
Apalagi Majelis Hakim Mahkamah Agung (MA) juga memenangkan Kemdikbud dalam judicial review kebijakan PPDB system zonasi yang digugat Samsudin dkk, sebagai perwakilan masyarakat yang merasa dirugikan dengan system zonasi dalam PPDB.
Pemerintah Wajib Menambah Jumlah Sekolah Negeri Bukan Menurunkan Persentasi Zonasi Murni Ketimpangan kualitas pendidikan juga disertai ketimpangan jumlah sekolah di Indonesia.
Angka menunjukkan jumlah sekolah jenjang SD mencapai 148.000an, namun jenjang SMP hanya 39.000an dan jenjang SMA sekitar 13.000an.
Minimnya sekolah negeri dijenjang SMP dan SMA haruslah di atasi segera dengan membangun sekolah dan infrastruktur pendidikan yang mendukung kualitas pendidikan, bukan menurunkan persentase zonasi nya.
Kalau tidak segera ditambah, maka setiap tahun kita akan menghadapi keluhan masyarakat dan masalah PPDB di setiap daerah.
Oleh karena itu, KPAI mendorong pemerintah pusat tidak hanya melakukan zonasi siswa, tetapi juga zonasi guru dan zonasi pendidikan yang melibatkan setidaknya 7 Kementerian /Lembaga.
Sistem zonasi dalam PPDB mendorong terciptanya pendidikan berkeadilan bagi anak-anak Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Kontstisui Republik Indonesia. Namun, pendidikan yang berkeadilan adalah berkaitan dengan akses pendidikan, belum mencapai pendidikan yang berkualitas.
Sejatinya pendidikan nasional harus berkeadilan dan berkualitas. Hanya menzonasi siswa tanpa menzonasi guru dan zonasi pendidikan tidak akan mendongkrak kualitas pendidikan.
Zonasi pendidikan tidak hanya digunakan untuk mendekatkan anak dengan sekolah, sistem zonasi ini juga dapat digunakan untuk menambah guru dan mutasi guru, serta menentukan pembangunan sarana dan prasarana sekolah yang membutuhkan.
REKOMENDASI
KPAI mengusulkan kepada Mendikbud Nadiem agar pendekatan zonasi tidak hanya digunakan untuk PPDB, tetapi juga untuk membenahi berbagai standar nasional pendidikan. Mulai dari kurikulum, sebaran guru, sebaran peserta didik, sampai kualitas sarana prasarana, akan ditangani berbasis zonasi. Penerapan sistem zonasi untuk pemerataan pendidikan yang berkualitas sehingga diharapkan dapat mengatasi persoalan ketimpangan di masyarakat.
Untuk pemerataan pendidikan yang berkualitas, Kemendikbud memetakan penataan dan pemerataan guru, pemerataan infrastruktur, sharing resource, dan integrasi pendidikan formal dan nonformal.
Dalam melaksanakan kebijakan zonasi pendidikan ini setidaknya akan melibatkan 7 Kementerian/Lembaga terkait, diantaranya Kemendagri, Kemdikbud, Kemenag, Kemenenterian Keuangan, Bapenas, KemenPUPR, dan KemenPAN-RB.
KPAI mendorong Presiden Republik Indonesia, KPAI mendorong lahirnya Peraturan Presiden (Perpres) tentang sistem zonasi pendidikan dibutuhkan sebagai sarana kolaborasi dan sinergi antar kementerian/ /lembaga dengan pemerintah daerah. Untuk keberhasilan sistem zonasi pendidikan diperlukan sinergi kebijakan antar kementerian untuk upaya melayani dan memenuhi hak atas pendidikan berkualitas bagi seluruh anak Indonesia.
Setidaknya ada delapan kementerian dan lembaga akan terlibat dalam sistem zonasi pendidikan.
Hal ini dimaksudkan untuk mempercepat pemerataan kualitas pendidikan di Indonesia.
Selain Kemdikbud, ada beberapa Kementerian dan lembaga yang juga berperan dalam sistem zonasi adalah Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPANRB), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat(KemenPUPR), Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) serta Bappenas.
Kemendagri diharapkan akan mengordinasikan kepala daerah dalam menyusun kebijakan pendidikan, Kementerian Agama akan memastikan satuan pendidikan formal dan nonformal yang berada di bawah kewenangannya diikutkan dalam zonasi pendidikan, Kemenristekdikti akan menyelaraskan lembaga pendidikan tenaga kependidikan sesuai dengan kebutuhan guru nasiona
(Retno Listyarti)