Palu– Hari kembali gelap, sudah lewat lebih dari 48 jam pascagempa tsunami menerjang Kota Palu dan Donggala. Tapi listrik belum menyala hingga Ahad (30/9). Artinya, ketika matahari mulai turun, saat itu pula Kota Palu benar-benar gelap. Hanya cahaya lampu dari kendaraan yang remang di antara runtuhan. Puing rumah akibat gempa dan tsunami masih berserak, Kota Palu sebagai pusat dari pemerintahan Sulawesi Tengah masih lumpuh total.
Lebih dari dua hari dua malam pascagempa dan tsunami, reporter ACTNews yang berada di Kota Palu melaporkan kekacauan yang sebenar-benarnya sedang terjadi di antara ribuan jiwa pengungsi. Kekacauan terjadi ketika kebutuhan dasar seperti air minum, pangan, dan bahan bakar minyak (BBM) sangat sulit sekali didapat.
“Logistik lumpuh sepenuhnya. Sementara bantuan logistik belum merata. Bensin tidak ada, bahkan sekadar air minum kami tak menemukan sejak pagi. Kami Tim ACT yang bertugas di Palu baru sempat minum sedikit sekali sejak pagi hari. Kondisi pengungsi jauh lebih berduka lagi. Masih sangat banyak warga yang tidak menemukan makanan sejak dua hari lalu,” ujar Nimas Afridha, Reporter ACTNews mengabarkan dari tengah Kota Palu, Ahad malam (30/9).
Sementara itu, di waktu bersamaan angka korban meninggal akibat tertimbun runtuhan dan terhempas gempa terus bertambah. Sampai Ahad (30/9) siang, jumlah korban meninggal dunia telah diperbarui kembali menjadi 832 jiwa.
“Kami petang tadi menyisir sisi sebelah Timur Teluk, di sekitar Universitas Tadulako. Runtuhan rumah karena tsunami masih luarbiasa berserakan. Di dalam runtuhan-runtuhan itu diduga masih banyak jenazah tertimbun,” jelas Lukman Solehuddin, Koordinator Tim Emergency Response ACT di Palu.
Jenazah korban tsunami yang masih terdampar di pesisir sekitar Teluk Palu ini pun menjadi dilema baru. Pasalnya, jenazah terkena air laut akan mempercepat pembusukan dan menjadi ancaman kesehatan bagi pengungsi di sekitarnya.
“Tubuh meninggal dunia ada proses pembusukan, Kalau tenggelam di air laut dikhawatirkan bakteri pembusukan akan mencemari sumber air. Kalau terbuka baunya menyengat, lama-lama juga berbahaya untuk kesehatan pengungsi yang masih hidup di sekitarnya,” papar dr. Muhammad Riedha, Koordinator Tim Medis ACT.
Logistik nihil, penjarahan toko marak
Kekacauan sumber pangan dan air minum yang nihil di seluruh Kota Palu, nampak jelas dari maraknya “penjarahan” minimarket di seantero Kota. Bahkan minimarket yang diambil barang-barangnya oleh warga ini terjadi di depan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto.
Ahad (30/9) siang tadi, ketika Wiranto dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi bersiap menggelar rapat di kantor Komando Rayon Militer Tadulako, tampak warga bergantian mengambil seluruh barang-barang yang bisa dikonsumsi. Warga membobol minimarket di dekat Korem Tadulako, terpaksa demi mendapat makanan dan minuman.
Peristiwa pembobolan minimarket lainnya juga terjadi di Bandara Mutiara Sis Aljufri, Sabtu (30/9) kemarin. Warga di sekitar bandara membobol sebuah minimarket di bandara untuk mengambil semua barang-barang yang bisa dimakan, seperti roti dan air minum.
Tim Emergency Response ACT di Kota Palu melaporkan, penyintas gempa dan tsunami Palu terpaksa melakukan tindakan pembobolan minimarket. Karena tak tahu lagi ke mana harus mencari bahan pangan dan air minum.
“Ada banyak sekali hambatan. Stok logistik masih sangat kurang. Listrik belum hidup, bahan bakar tidak ada dan relawan lokal yang terdampak gempa dan tsunami pun masih tersebar mengurus keluarga mereka terlebih dahulu. Distribusi bantuan akhirnya masih terhambat dan tidak merata,” tutur Nur Ali Akbar, anggota lain dari Tim Emergency Response ACT di Kota Palu .
Sampai Ahad (30/9) malam, ACTNews merangkum sejumlah kebutuhan logistik yang sangat mendesak untuk segera didistribusikan ke pengungsi di Palu, sebagai berikut:
Makanan siap saji
Air minum
Makanan bayi dan anak
Tenda, terpal, selimut
Tenaga medis
Obat-obatan
BBM
Water tank
Tenda pengungsi
Genset
Alat penerangan
Kantong mayat
Kain kafan (rls ACT)