
Min.co.id, Yogyakarta – Potensi risiko tsunami akan naik hingga 100 persen jika kawasan pesisir di Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo, dijadikan bandar udara. Potensi itu lebih besar ketimbang lokasi calon bandara tersebut tetap dibiarkan menjadi area pertanian, yang hanya berpotensi 18 persen.
Pernyataan itu disampaikan Eko Teguh Paripurna, ahli geologi dan kebencanaan dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Yogyakarta, dalam acara diskusi yang diadakan LBH Yogyakarta bertema “Menimbang Kembali Rencana Pembangunan Bandara Kulon Progo sebagai Pembangunan Berisiko terhadap Lingkungan” di Bintaran, Yogyakarta.
“Kalau jadi bandara, bisa naik 100 persen. Itu bisa dihitung dari aset yang ada saat ini,” kata Eko. Menurut dia, aset yang ada di lokasi calon bandara saat ini meliputi 18 persen untuk permukiman dan sisanya, antara lain, untuk pertanian serta perkebunan.
Apabila tsunami terjadi, yang harus mendapat perhatian serius adalah aset 18 persen atau permukiman warga itu. “Gempa dan tsunami itu potensi bencana di laut,” tuturnya.
Ironisnya, ucap Eko, ada ketidakkonsistenan pemerintah dalam menyikapi kawasan zona merah bencana. Mengingat kawasan pesisir selatan Jawa, termasuk lokasi calon bandara di Kulon Progo, telah ditetapkan sebagai zona merah karena rawan tsunami berdasarkan pembahasan potensi tsunami pada 2012.
“Kalau zona merah di Merapi hanya boleh untuk pertanian. Kalau zona merah tsunami di pesisir malah untuk bandara. Pertanian diusir,” katanya.
Apabila berkaca pada kasus tsunami di pesisir Banyuwangi dan Pangandaran, air masuk dengan ketinggian 11 meter dalam waktu 40 menit sejauh 6 kilometer.
Eko pun mengingatkan pemerintah untuk mengelola risiko tersebut dengan menyiapkan desain manajemen risikonya berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
Ancaman lain, menurut Eko, adalah kawasan calon bandara tersebut biasa dilewati rombongan burung yang bermigrasi. Kondisi tersebut dinilai bisa membahayakan keselamatan penerbangan.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) DIY Tony Agus Wijaya meminta publik tidak menjadikan bencana sebagai ancaman yang ditakuti, melainkan diantisipasi dengan meminimalkan risiko bencana.
Dia mengacu pada teknologi konstruksi bangunan yang telah dilakukan untuk membangun bandara di beberapa negara baju. Dia meyakini pembangunan bandara di Kulon Progo sudah direncanakan.
“Misalnya Arab dan Singapura, yang sudah punya teknik membangun di atas laut,” ucap Tony. (Tmp/red)
Komentar