Demokrasi Muluskan Penjajahan Lewat Investasi

Min.co.id-Karut marut persoalan ekonomi, telah menyibukan pemerintah untuk melakukan berbagai cara dalam memulihkannya. Salah satu solusi jitu yang ditawarkan sistem ekonomi kapitalisme adalah dengan menggenjot investasi. Tak terkecuali Jabar yang telah menawarkan 16 proyek investasi di gelaran akbar West Java Investment Summit (WJIS) 2020.

Jabar menempati peringkat pertama realisasi investasi berdasarkan lokasi dengan nilai Rp 86,3 triliun, pada periode Januari-September 2020. Angka tersebut telah menyerap tenaga kerja sebanyak 86.627 orang serta 13.386 jumlah proyek. Dan tenaga kerja paling banyak di industri tekstil mencapai 33,19 persen.

Untuk kategori nilai tahap persiapan investasi berasal dari 11 investor. Dari para investor tersebut, total nilai tahap persiapan mencapai Rp 251,2 triliun selama 3-10 tahun. Yaitu Amazon Rp 417 milyar, Hyundai Motor Rp 18,1 triliun dan China Petroleum Corporation Rp 90,3 triliun. (Jabarprov.go.id 16/11/2020)

Adapun untuk kategori tahap komitmen investasi, dilakukan MoU pada hari pertama WJIS, 16/11/2020. Nilai rencana investasi mencapai Rp 41 triliun. Kerja sama utamanya terkait pengembangan infrastruktur, mulai dari hotel, MICE facilitas, warehouse, energy, hingga rumah sakit. (kompas.com 17/11/2020)

Kategori terakhir yakni investment project ready to offer (IPRO) terdiri dari 16 proyek investasi yang siap ditenderkan dengan total nilai mencapai Rp 39,5 triliun. Nilai investasi terbesar adalah proyek Subang Smart Eco Industrial City mencapai Rp 9,6 triliun. Lalu disusul Subang Smartpolitan yang mencapai Rp 8,7 triliun.

Gubernur Jabar Ridwan Kamil mengatakan bahwa selama pandemi, investasi malah meningkat sampai total sebesar Rp 360 triliun. Itu artinya, Jabar disukai investor. Alasan pertama, karena tenaga kerjanya yang paling unggul dibandingkan provinsi lainnya. Kedua, karena infrastrukturnya yang memadai. Termasuk pelabuhan Patimban yang akan menjadi penopang roda perekonomian baru di kawasan segitiga Rebana.

Maka dari itu, Pemerintah, Bank Indonesia, Badan Kordinasi Penanaman Modal (BKPM), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mendorong investasi. Karena hal itu merupakan wujud implementasi Omibus Law UU Cipta kerja yang semakin mempermudah birokrasi investasi. Namun, apakah investasi mampu menjadikan masyarakat sejahtera? Benarkah Omnibus Law dibuat untuk kepentingan rakyat? Bagaimana konsep Islam dalam mensejahterakan umat?

Investasi Tidak Serta Merta Menciptakan Kesejahteraan

Menurut ekonomi kapitalisme yang dianut negeri ini, kesejahteraan masyarakat akan tercipta dengan adanya pertumbuhan ekonomi. Sedangkan pertumbuhan ekonomi ditandai dengan pembangunan industri. Dan pembangunan industri yang besar-besaran membutuhkan investasi. Inilah yang nantinya diharapkan dapat menciptakan lapangan pekerjaan, yang pada gilirannya akan menciptakan kesejahteraan.

Namun realitasnya, semua itu hanyalah mitos. Peningkatan investasi dari tahun ke tahun tidak berpengaruh signifikan kepada penyediaan lapangan pekerjaan. Data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), paling tidak dalam tiga tahun terakhir, memperlihatkan bahwa penyerapan tenaga kerja dari investasi asing semakin turun rasionya.

Bila pada 2016 dengan nilai investasi USD 28,96 miliar menyerap 951.939 tenaga kerja, maka pada 2017 dengan nilai USD 32,24 miliar malah hanya menyerap 767.352 tenaga kerja. Pada Triwulan I – 2019 juga tidak lebih baik, karena dengan investasi USD 29,31 miliar, hanya 490.368 tenaga kerja yang terserap.

Salah satu faktor mengapa investasi belum tentu menciptakan lapangan pekerjaan adalah karena para investor lebih senang berinvestasi pada sektor yang padat modal. Bukan pada sektor yang padat karya. Hal demikian menjadi wajar, lantaran resiko investasi pada perusahaan padat karya jauh lebih besar dari perusahaan padat modal. Begitupun benefit yang diperoleh, relatif lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang padat modal.

Selain itu, kebijakan kontraproduktif terus saja diciptakan. Dipermudahnya tenaga kerja asing masuk ke Indonesia kala jutaan rakyat masih menganggur, adalah kebijakan yang pastinya bukan untuk rakyat. Pajak yang tinggi dan sulitnya rakyat mengakses modal pun menjadikan perekonomian rakyat macet tak berkembang.

Maka tak berlebihan jika dikatakan bahwa investasi bukan solusi atas carut marutnya perekonomian bangsa dan terhimpitnya lapangan kerja. Justru yang tampak dari investasi adalah sebuah penjajahan asing lewat ekonomi. Hegemoni para kapitalis terhadap perekonomian Indonesia, telah menjadikan negeri ini seperti sapi perah.

Kuatnya oligarki kekuasaan yang berpadu padan dengan kekuatan pemilik modal, telah melahirkan kesengsaraan pada umat yang tak berkesudahan. Lapangan kerja justru semakin menyempit lantaran regulasi yang memudahkan tenaga kerja asing masuk. Inilah yang menyebabkan kesejahteraan tak kunjung datang.

Demokrasi Lahirkan UU Pro Korporasi

Mengapa penguasa mengeluarkan kebijakan yang menyengsarakan rakyat? semua itu karena negeri ini menjadikan demokrasi sebagai platform tata kelola pemerintahannya. Demokrasi yang berasaskan sekulerisme, telah membuang syariat dalam menyelesaikan seluruh permasalahan. Bahkan, rezim hari ini kerap menghina syariat dengan menodai ajarannya dan mengkriminalisasi ulamanya.

Selain itu, pemilu dalam demokrasi menjadikan suara terbanyak sebagai ukuran, sementara banyaknya perolehan suara bergantung pada tingkat popularitas partai dan calegnya. Dari sinilah celah para cukong masuk, para kader butuh dana besar untuk ikut kontestasi demokrasi yang berbiaya mahal ini. Mereka butuh dana untuk kampanye, membangun pencitraan, hingga politik money.

Simbiosis mutualisme, pengusaha pun membutuhkan regulasi untuk mengamankan bisnisnya. Terjadilah “transaksi jual beli kebijakan”. Celakanya lagi, pengusaha yang memiliki dana besar berasal dari asing atau pengusaha besar yang menjadi komprador asing. Itu artinya, sejumlah kebijakan dikendalikan asing.

Sehingga, jangan heran jika pemerintah kerap membuat undang-undang yang pro korporasi. Karena memang itulah tugas utama penguasa dalam sistem demokrasi. Yaitu memuluskan dan mengamankan bisnis para korporasi. Tak peduli apakah hal tersebut dapat menyengsarakan rakyat atau tidak.

Lihat bagaimana UU SDA, UU Migas, UU Penanaman Modal, UU BHP, UU Minerba dan yang baru-baru ini di sahkan, Omnibus Law UU Cipta Kerja ditetapkan, walau demonstrasi menolak undang-undang tersebut terjadi.

Oleh karenanya, sudah sepatutnya kaum muslim menghentikan hal yang demikian. Menolak keberadaan regulasi yang memperkuat investasi dan menolak sistem yang mewadahi regulasi tersebut lahir, yaitu Demokrasi kapitalisme.

Konsep Islam dalam Mensejahterakan Rakyat

Islam sebagai agama rahmatan lil alamin, telah memiliki konsep yang begitu jelas dan rinci pada setiap persoalan. Ekonomi Islam mampu mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Seperti pengaturan dan pengelolaan kepemilikan. Syariat Islam telah mengatur masalah kepemilikan ini dalam tiga aspek; kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara.

Adanya kepemilikan individu ini menjadikan rakyat termotivasi untuk berusaha mencari harta guna mencukupi kebutuhannya. Dan bagi pihak yang tidak mampu bekerja, sanak kerabat akan menjaminnya. Jika sanak kerabatnya tidak mampu, maka negara lah yang wajib menjamin nafkahnya.

Aset yang tergolong kepemilikan umum tidak boleh dimiliki sama sekali oleh individu atau dimonopoli oleh swasta. Karena ini adalah harta umat, maka pengelolaanya diserahkan pada negara agar hasilnya bisa dimanfaatkan sebesar-besarnya oleh umat. Dari sini, negara sedang mencegah terjadinya eksploitasi SDA melimpah oleh swasta.

Adapun kepemilikan negara dalam Islam, akan menjadikan negara memiliki sumber-sumber pemasukan dan aset-aset yang cukup untuk mengurusi umat. Termasuk memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan masyarakat miskin. Sehingga, untuk membiayai berjalannya pemerintah, negara tidak mengandalkan pajak dan utang, seperti yang sedang terjadi saat ini.

Negara pun wajib menyediakan lapangan pekerjaan dan akses modal tanpa riba. Pengelolaan kepemilikan umum oleh negara dan terbebasnya negara dari pengaruh asing, akan menjadikan pengelolaan SDA diperuntukan seutuhnya untuk rakyat. Selain hasilnya yang dikembalikan pada rakyat, pengelolaanya pun bisa dibuat sedemikian rupa agar menjadi padat karya.

Konsep Islam dalam mensejahterakan masyarakat telah dibuktikan pada masa kejayaannya kaum muslim. Yaitu masa sistem khilafah masih diterapkan oleh kaum muslim. Seperti kisah Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang telah sukses mensejahteraan rakyatnya.

Ibnu Abdil Hakim meriwayatkan, Yahya bin Said, seorang petugas zakat masa itu berkata: “Saya pernah diutus Khalifah Umar bin Abdul Aziz untuk memungut zakat ke Afrika. Setelah memungutnya, saya bermaksud memberikannya kepada orang-orang miskin. Namun, saya tidak menjumpai seorang pun.

Oleh karena itu, investasi untuk mensejahterakan umat adalah omong kosong dan janji palsu yang tak pernah terwujud dalam sistem ekonomi kapitalisme. Begitupun demokrasi, tak akan mungkin melahirkan undang-undang yang berorioentasi pada kemaslahatan umat. Hanya sistem Islam lah satu-satunya sistem yang mampu melahirkan undang-undang pro rakyat. Dan hanya sistem Khilafah Islamiyah yang dapat mewujudkan kesejahteraan umat manusia.

Wallahu a’lam bishshawab.

Penulis :  Kanti Rahmillah, M.Si

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *